POTENSI PENGEMBANGAN DAN HAMBATAN SISTEM INTEGRASI SAPI DAN KELAPA SAWIT (SISKA) DI PROVINSI RIAU

Penulis

  • Arsyadi Ali

Kata Kunci:

Kelapa sawit, sapi, siska, teknologi

Abstrak

Sistem pemeliharaan ternak sapi dengan cara mengintegrasikankan dengan tanaman telah berlangsung lama di
Indonesia dengan berbagai modelnya. Pada saat ini sistem integrasi sapi dan tanaman yang banyak dilakukan di
Provinsi Riau adalah sistem integrasi sapi dan kelapa sawit atau yang sering disebut dengan SISKA. SISKA merupakan
salah satu program yang mendukung rencana aksi daerah kelapa sawit berkelanjutan (RAD-KSB) Provinsi Riau tahun
2022-2024. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Indonesia (2021) pada tahun 2020 luas areal perkebunan kelapa sawit di
Indonesia adalah 14.586.597 Ha dan di Provinsi Riau adalah 2.862.132 ha. Data ini menjadikan Provinsi Riau sebagai
provinsi yang memiliki kebun kelapa sawit terbesar di Indonesia. Potensi ini sangat menjanjikan untuk pengembangan
ternak sapi yang diintegrasikan dengan kelapa sawit. Bila 1 Ha kebun kelapa sawit bisa menampung 0,71-1,44 satuan
ternak (ST) maka perkebunan kelapa sawit di Indonesia dapat menampung sebanyak 10.356.484 - 21.004.700 ST dan di
Provinsi Riau dapat menampung sebanyak 2.032.114 - 4.121470 ST dalam 1 tahun. Berdasarkan kandungan nutrisi
hijauan yang ada di perkebunan kelapa sawit Provinsi Riau maka sangat potensial digunakan sebagai hijauan ternak
sapi. Potensi hasil samping perkebunan sawit sebagai hijuan ternak sapi adalah pelepah dan daun sawit. Potensi hasil
samping pabrik atau pengolahan buah kelapa sawit yang dapat dijadikan sebagai sumber pakan ternak sapi alternatif
adalah bungkil inti sawit (BIS), solid (lumpur sawit), tandan buah sawit (TBS) dan serat perasan buah sawit. Sementara
itu hambatan atau tantangan dalam menjalankan SISKA secara umum adalah (1) Kepemilikan luas lahan perkebunan
sawit milik sendiri sebagai lahan pengembalaan ternak masih terbatas atau sedikit. (2) Pengembalaan ternak pada lahan
perkebunan sawit milik masyarakat dan perusahaan dan pada lahan gambut sangat berpotensi menimbulkan konflik dan
merusak pasar pikul. (3) Tidak semua perusahaan menyetujui program SISKA. (4) Penerapan teknologi tepat guna di
tingkat peternak masih rendah. (5) Akses peternak untuk mendapatkan hasil samping pabrik kelapa sawit masih
terbatas. Dapat disimpulkan bahwa potensi pengembangan ternak sapi melalui pola integrasi sapi-sawit (SISKA) di
Provinsi Riau sangat besar dan layak dikembangkan secara menyeluruh dengan memperhatikan hambatan. Potensi
pengembangan ternak sapi melalui SISKA dapat dioptimalkan melalui inovasi dan teknologi tepat guna dan adanya
peraturan daerah tentang pola pemeliharaan ternak sapi di perkebunan kelapa sawit, sehingga dapat mendukung rencana
aksi daerah kelapa sawit berkelanjutan (RAD-KSB) Provinsi Riau 2022-2024.

Unduhan

Diterbitkan

07-06-2023

Cara Mengutip

Ali, A. (2023). POTENSI PENGEMBANGAN DAN HAMBATAN SISTEM INTEGRASI SAPI DAN KELAPA SAWIT (SISKA) DI PROVINSI RIAU. Prosiding Seminar Nasional Integrasi Pertanian Dan Peternakan, 1(1), 1–7. Diambil dari https://semnasfpp.uin-suska.ac.id/index.php/snipp/article/view/29